TENANGLAH, ALLAH SEDANG BERDIALOG DENGAN VIRUS ANDA

Standar

10. Prof. Ali Aziz menyampaikan Taushiyah

Oleh: Prof. Dr. KH. Moh. Ali Aziz, M.Ag. Guru Besar UIN Sunan Ampel Surabaya & Penulis Buku “60 Menit Terapi Shalat Bahagia”

قُلۡنَا يَٰنَارُ كُونِي بَرۡدٗا وَسَلَٰمًا عَلَىٰٓ إِبۡرَٰهِيمَ ٦٩

 

 “Kami berfirman, “Hai api menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim” (QS. Al Anbiyak [21]:69)

Raja Namrudz memututuskan, Nabi Ibrahim a.s harus dibakar. Lalu ia membuat lubang besar yang dipenuhi tumpukan kayu kering. Ibarhim (25 tahun) diikat dan dilemparkan ke api dengan manjaniq, bandul pelempar yang biasa digunakan dalam perang. Maka datanglah Malaikat Jibril dan bertanya, “alaka hajah?/apakah engkau membutuhkan sesuatu?, Ibrahim a.s menjawab, “amma ilaika fala / adapun kepada tuan, tidaklah. Lalu Jibril berkata, “fas-al rabbak / mohonlah pertolongan Tuhanmu. Ibrahim menjawab, hasby min su-aly, ‘ilmuhu bihaaly / cukuplah bagiku Allah. Ia mengetahui keadaanku dan aku tidak perlu memohon apapun kepada-Nya.” Selama dalam kobaran api, Nabi Ibrahim a.s terus menerus membaca hasbiyallah wani’mal wakil. 

Saat itulah, Allah berfirman, “Hai api, menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim.“  Menurut Tafsir Ar Razy, ada tiga kemungkinan sebab mengapa api tidak bisa membakar Ibrahim dan hanya menghanguskan tali pengikatnya, yaitu: (1) Allah menghilangkan unsur panas pada api dan tinggal nyalanya semata. (2) Allah memberi kekebalan pada tubuh  Ibrahim seperti yang diberikan kepada malaikat yang bertugas dalam neraka (3) Allah membuat dinding pemisah antara Ibrahim dan api.

Ketahuilah, Allah SWT tidak hanya berbicara dengan api, tpi juga dengan gunung dan burung-burung pada masa Nabi Daud a.s.  Allah memberi Daud a.s dua karunia besar, yaitu kerajaan Bani Israil untuk melanjutkan kepemimpinan Raja Thalut, dan suara yang indah untuk membacakan mazmur, pujian-pujian dalam Kitab Zabur. Ia membacanya dengan suara yang merdu dan iringan kecapi yang dimainkannya. Saat itulah, Allah berfirman, “Hai gunung-gunung dan burung-burung, bertasbihlah berulang-ulang bersama Daud” (QS. Saba’ [34]:10). Burung-burung yang berterbangan juga cepat-cepat hinggap di ranting pohon untuk menikmati kemerduan suara Daud a.s. Bahkan, sebagian mereka mati kelaparan, lupa tidak makan karena terbius suara sang nabi. Dalam pujian-pujian Daud a.s yang penuh estetika itu tersimpul tiga keistimewaan, yaitu al jamaal(keindahan), al kamal (kesempurnaan) dan al jalaal (kemuliaan).

Ternyata, Allah SWT juga berbicara kepada bumi dan langit ketika banjir besar setinggi 80 mil di atas gunung yang tertinggi pada masa Nabi Nuh a.s, “Hai bumi telanlah airmu, dan hai langit (hujan) berhentilah, dan airpun disurutkan, perintahpun diselesaikan dan bahtera itupun berlabuh di atas bukit Judi” (QS. Hud [11]:44). Dalam banjir selama 150 hari itu, semua orang kafir tenggelam, termasuk anak  Nuh a.s. Saat itulah, Allah berbicara kepada langit agar menghentikan hujan dan bumi agar menelan habis jutaan kubik air di atasnya. Tepat tanggal 10 Muharram, kapal Nuh a.s mendarat di gunung Judy di deretan pegunungan Ararat di perbatasan Turki dan Rusia.

Dalam sebuah hadis qudsi juga disebutkan, Allah berdialog dengan pena sebelum penciptaan alam semesta. ‘Ubadah bin Shamit r.a berkata kepada anaknya,  “Wahai anakku, engkau tidak akan merasakan hakekat iman sebelum engkau meyakini bahwa semua yang tercatat akan terjadi padamu, pasti akan engkau rasakan dan engkau tidak akan dapat menghindarinya. Dan apapun yang tidak tercatat untukmu, pastilah tidak akan engkau alami. Ketahuilah, aku telah mendengar Nabi SAW bersabda:

“Sungguh, pena adalah benda pertama yang diciptakan Allah. Lalu Allah memerintah kepadanya, “Hai pena, catatlah!” Pena bertanya, “Wahai Tuhanku, apa yang harus saya catat?” Allah menjawab. “Catatlah ketetapan segala sesuatu yang akan terjadi sampai hari kiamat!”

Ubadah melanjutkan nasehatnya, “Wahai anakku, aku telah mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Siapapun yang mati tanpa keimanan tentang takdir ini, maka ia bukan pengikutku.” (HQR. Abu Daud, nomor 4668). Dalam hadits lain disebutkan bahwa 50.000 tahun sebelum penciptaan langit dan bumi, seluruh kejadian alam semesta sudah dicatat oleh Allah secara rinci dalam lauh mahfudh (lembaran yang terpelihara). Siapapun yang meragukan semua catatan tersebut dan mati sebelum bertobat, maka ia tidak diakui sebagai pengikut Nabi SAW.

Semua firman Allah di atas menunjukkan, Allah benar-benar menguasai semua makhluknya, benda hidup atau mati dan bisa berbicara apa saja dan kapan saja kepadanya. Allah SWT telah berbicara langsung dengan api agar tidak membakar Nabi Ibrahim a.s,  berbicara dengan langit untuk menghentikan hujan dan bumi untuk menelan semua air bah pada masa Nuh a.s, berbicara dengan gunung dan burung-burung untuk menyimak tasbih Nabi Daud a.s, dan juga berdialog dengan pena pencatat takdir manusia. Maka, Allah SWT pasti juga bisa berbicara dan mengendalikan berbagai virus, protozoa, bakteri dan sebagainya yang menurut kodratnya dapat mematikan manusia.

Wahai saudaraku yang sedang sakit, tenanglah, jangan bersedih.  Ketika Anda bersujud dan berzikir panjang,  hasbiyallah wani’mal wakil (cukuplah Allah sebagai penolongku) Allah SWT sedang berdialog dengan virus yang sedang menyerang tubuh Anda:  “Wahai virus, Aku Maha Mengetahui, engkau telah telah membunuh ratusan juta manusia. Sekarang, silakan tetap tinggal dalam tubuh hamba-Ku yang sedang bersujud ini. Jangan mengganggunya. Aku baru mengijinkanmu bangkit dan mematikan dia jika jatah hidupnya memang telah habis.Tunggulah komando-Ku.”

Setiap meminum obat atau makan kapan saja, bacalah doa dari Nabi SAW: bismillahilladzi laa yadhurru ma’asmihi syaiun fil ardhi walaa fissama-I wahuwas sami’ul ‘alim (dengan memanggil nama-nama Allah dan atas ijin-Nya, tidak akan ada satupun makhluk di bumi dan langit yang membahayakan tubuhku.Sungguh Allah Maha Mengetahui semua kejadian dan Maha Mendengar suara hatiku).  La tahzan innallaha ma’ana (jangan bersedih, Allah tiada pernah meninggalkan Anda).        

Referensi: (1) Hamka, Tafsir Al Azhar  juz XII (p.61) , XVII (p.70), XXII (p.272), Pustaka Panjimas, Jakarta, 1985 (2) Muhammad ‘Awwaamah, Minas Shihah Al Ahadits Al Qudsiyyah: Mi’ah Hadits Qudsi Ma’a Syarhiha(Seratus Syarah Hadis Qudsi), Noura Books, Jakarta Selatan 2013, p. 107-114 (3) As-Shabuni, Muhammad Ali,An Nubuwwah wal Anbiya’(Kisah-Kisah Nabi dan Masalah Kenabiannya) terj. Mushlikh Shabir, Penerbit Cahaya Indah, Semarang, 1994. (terapishalatbahagia.net)

Tinggalkan komentar